Kesenian Dzikir Saman


Pengertian
Penamaan kesenian ini diambil dari kata "saman" berarti delapan yang pada awalnya merupakan tarian terdiri atas delapan orang penari. Dikatakan Dzikir Saman karena dzikir ini pertama kali diperkenalkan oleh Syeh Saman dari Provinsi Aceh. Kesenian ini disebut juga dzikir maulud karena didalamnya disenandungkan syair-syair yang mengagungkan asma Allah swt. dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad saw. yang terkumpul dalam kitab Barjanji (sejarah kelahiran Nabi Muhammad saw.).

Maksud dan Fungsi Kesenian
Kesenian Dzikir Saman ini mulanya digunakan pada upacara peringatan kelahiran Nabi Muhammad saw. (Muludan), namun selanjutnya kesenian ini diadakan pula pada acara khitanan, perkawinan, dan selamatan rumah.

Maksud dan fungsi kesenian ini adalah untuk hiburan, sosial, dan pendidikan. Fungsi hiburan dapat dilihat pada babak ketiga yaitu Babak Saman. Penonton secara spontan menari mengikuti alunan beluk (lengkingan) sebagai ungkapan syukur atas kebahagiaan dan keselamatan yang telah didapatkan. Fungsi sosial yang dirasakan adalah aaanya keterlibatan langsung antara pemain dan penonton sehingga terjalin komunikasi antara mereka. Adapun fungsi pendidikan merupakan harapan agar dapat mempengaruhi pandangan hidup dan perilaku masyarakat.

Sejarah Perkembangan
Kesenian Dzikir Saman diperkirakan sudah ada sejak awal abad 18, pada jaman kesultanan Banten. Kesenian ini tumbuh dan berkembang dibawa oleh para ulama ketika sedang menyebarkan agama Islam di Banten. Namun dalam pertumbuhannya sampai sekarang, kesenian ini mengalami perkembangan dan perubahan. Yang dulunya Dzikir Saman hanya dipertunjukkan pada saat memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw. (Muludan), kini berkembang dan dipertunjukkan pada acara sunatan, perkawinan, dan syukuran rumah. Adapun perubahan dalam pola gerak terjadi, dengan munculnya tarian dari penonton yang mengikuti irama vokal (beluk). Perubahan pada tarian merupakan desakan dari penonton yang menghendaki tarian Saman lebih variatif. Sehingga sekarang gerakan dalam kesenian Dzikir Saman tidak hanya pada kaki melainkan ditambah dengan gerakan tangan.

Pemain dan Waditra
Pemain Dzikir Saman dibagi menjadi dua kelompok yaitu 2-4 orang berperan sebagai vokalis yang membacakan syair-syair Barjanji, sedangkan yang lainnya 20-40 orang laki-laki berperan sebagai pengiring suara lengkingan vokalis dengan bersahutan bersamaan (koor).

Waditra atau alat bantu yang digunakan pada kesenian ini adalah berupa benda menyerupai kipas yang terbuat dari kulit kerbau berukuran 40X40 cm dengan tangkai pegangan berupa rotan sepanjang 70 cm. Masyarakat di sana menyebutnya benda tersebut dengan nama "hihid". Cara memainkan hihid dengan memukulkan secara berpasangan satu dengan yang lain, sehingga menghasilkan sebuah irama.

Pola Permainan
Kesenian Dzikir Saman dipertunjukkan dalam tiga episode. Episode pertama, rnelaksanakan dzikir dari mulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 1200. Pada episode ini para pemain berdzikir, berdoa, membacakan puji-pujian, dan salawat kepada Rasul.

Mereka duduk berhadapan sambil memegang hihid dan tampaklah suasana khidmat dan sakral.

Episode kedua dimulai dari pukul 12.00 sampai dengan pukul 15.00. Episode ini dinamakan asroqol yaitu babak yang menonjolkan lengkingan vokal (beluk). Para pemain membentuk formasi berhadapan dengan teknik berdiri dan jongkok silih berganti. Para pemain satu dengan yang lain memukulkan hihid lalu terdengar sayup-sayup dilantunkan syair berisi sejarah kelahiran Nabi Muhammad saw.

Episode yang ketiga dinamakan saman. Episode ini dilakukan dari mulai pukul 5.00 sampai selesai. Para pemain tidak menggunakan hihid lagi, mereka menari dengan menggerakkan tangan dan kakinya mengikuti alunan suara vokal dan koor.

Masyarakat yang ada di lapangan terus mengiringi arak-arakan dan menari secara spontan mengikuti suara vokal, kemudian membentuk lingkaran dan mengelilingi sebuah dongdang berisi makanan, dongdang tersebut isinya diperebutkan. Selanjutnya, masyarakat melakukan saweran yaitu melemparkan sejumlah uang kepada para pemain. Acara ditutup dengan pembacaan doa.

Pakaian
Para pemain tidak menggunakan pakaian seragam dengan corak yang sama tetapi disesuaikan dengan tradisi setempat. Mereka menggunakan celana pangsi hitam, baju kampret, dodot dengan motif kain batik, ikat kepala batik, dan ikat pinggang dari batik pula.

Para Tokoh Penyebaran
Kesenian Dzikir Saman dibawa oleh para ulama dan Sultan Banten pada abad ke 18. Pada periode selanjutnya yakni di wilayah Jawa Pandeglang dikenal seorang tokoh yang diyakini sebagai penyebar kesenian ini yang bernama Ki Sarimi. Ia menyebarkannya di daerah Wonogiri berdekatan dengan Desa Ciandur. Keterampilan ini kemudian diwariskan kepada Ki Dasik, diwariskan lagi kepada Ki Nirman, Ki Jasman, Ki Sarka Apandi, dan Ki Surahman.

Kesenian Dzikir Saman penyebarannya merata di wilayah Provinsi Banten, kecuali Tangerang. Sampai kini di Banten memiliki 22 perkumpulan dengan jumlah para senimannya 330 orang. Perkumpulan Kesenian Dzikir Saman ini di antaranya dzikir Saman Baros yang dipimpin oleh D. Soemantri, Dzikir Saman Sari Panggugah terdapat di Kecamatan Bojong Pandeglang yang dipimpin oleh Salim, Dzikir Saman Layung Sari Iterdapat di Kecamatan Lebak Pandeglang yang dipimpin oleh Sarka Apandi, dan Dzikir Saman Gagak Lumayung terdapat di Kecamatan Pagelaran Pandeglang yang dipimpin oleh Wayan.

Sumber : Masduki Aam dkk. 2005 Kesenian Tradisional Provinsi Banten Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

Photo : http://wartademak.files.wordpress.com