Kesenian Topeng Banjet


Pengertian Topeng Banjet
Kurang lebih pada tahun 1900 yang dinamakan sekarang Topeng Banjet itu biasa
disebut Topeng saja, ditambah dengan nama pemimpinnya atau ronggengnya yang terkenal, seperti Topeng Korang, Topeng Asmu, dan Topeng ronggengnya Nyi Maya. Penamaan ini di daerah Karawang masih tetap berlaku sampai sekarang, seperti; Topeng Ali, Topeng Pendul, Topeng Baskom, dan sebagainya.

Mengenai kata bajet itu sendiri, menurut sepengetahuan tokoh-tokoh kesenianTopeng Banjet, padamulanya muncul di daerah Cilamaya, Pamanukan dan di daerahpesisir timur lainnya. Penambahan kata banjet kelihatannya memang diperlukan, karena di daerah-daerah tersebut pada masa silam terdapat banyak kelompok-kelompok Topeng Jawa yang berkeliling (ngamen) ke berbagai pelosok di pedesaan. Bermula dari maksud untuk membedakan topeng yang ada di daerah Karawang dengan Topeng Banjet (untuk penegasan, adakalanya Topeng Karawang ini dinamai juga Topeng Sunda atau Ronggeng Betawi). Pemakaian Topeng Banjet ini juga berlaku di daerah Priangan yang barangkali untuk membedakan dengan Topeng Jawa yang juga pada masa silam sering ngamen ke daerah Priangan terutama pada musim tahun baru Cina.

Selanjutnya mengenai arti kata Banjet itu sendiri sampai saat ini belum ada sumber yang dapat menerangkan atau menjelaskan arti sebenarnya. Sedangkan pemakaian istilah Topeng pada kesenian Topeng Banjet ada sejarahnya tersendiri. Memang pada masa sekarang dalam pementasan kesenian Topeng Banjet tidak ada pemain yang memakai Topeng namun pada masa silam yang disebut Topeng Banjet itu dalam sebagian pementasannya ada yang menggunakan Topeng, yaitu pada babak Ngajantuk dan babak Ngedok. Pemakain topeng ini hanya sampai tahun 1949, sebab semenjak itu dilarang oleh penguasa setempat pada masa itu (Batalion X). Dengan dihapusnya pemakaian topeng itu maka hapuslah babak Ngajantuk itu sampai sekarang. Walaupun demikian pemakain kata Topeng tetap dipakai untuk penamaan kesenian Topeng Banjet.

Kesenian Topeng banjet merupakan bentuk kesenian tradisional dengan jenisnya termasuk seni pertunjukan rakyat atau dapat dimasukkan juga ke dalam bentuk teater tradisional. Lebih khusus lagi kesenian Topeng Banjet dapat didefinisikan sebagai seni pertunjukan rakyat yang diawali lawakan atau pelawak (bodor) dengan Topeng Banjet diteruskan dengan pertunjukan seni drama tradisional.

Maksud dan Fungsi Topeng Banjet
Fungsi kesenian Topeng banjet khususnya di kehidupan masyarakat pendukungnya telah berkembang sepanjang sejarah. Pada masa-masa lalu kesenian `Topeng Banjet berfungsi sebagai pelengkap upacara-upacara tradisional seperti di dalam kegiatan panen padi. Pada perkembangan selanjutnya, fungsi kesenian Topeng Banjet semakin berkembang lagi, yaitu digunakan pula dalam kegiatan lainnya seperti dalam acara hiburan hajatan perkawinan, khitanan, acara penyambutan tamu, pesta-pesta, juga pada acara hiburan peringatan hari-hari nasional, serta hiburan lain, misalnya 'kegiatan­kegiatan festifal di berbagai tempat. Kesenian Topeng Banjet juga berkembang menuju profesionalisme karena sering diundang dalam suatu kegiatan dengan memperoleh imbalan.

Topeng Banjet dimaksudkan untuk menyampaikan pesan-pesan heroic melalui cerita dan lawakan. Karena itu kesenian Topeng Banjet memiliki fungsi-fungsi berikut :

Hiburan, karena baik cerita maupun gerak-gerik pemain mengundang tawa dan lucu. Sosialisasi, karena seringkali dengan lawakannya yang vulgar tanpa terasa malah menyampaikan pesan-pesan pembangunan.

Edukasi, yakni dengan adegan-adegan antara si kuat dan si lemah yang selalu dimenangkan oleh pihak yang benar walau tampak lemah.

Ekonomi, karena masyarakat seni sering mengundang Topeng Banjet dalam acara-acara mereka.

Sejarah dan Perkembangan Topeng Banjet
Kesenian Topeng Banjet telah berkembang sepanjang kurun waktu antara permulaan abad 20 sampai saat sekarang (tahun 1996) dan juga telah mengalami kondisi pasang surut silih berganti.

Kesenian tradisional khususnya Topeng Banjet, sama halnya dengan kesenian tradisional lainnya yaitu kesenian yang turun temurun, contohnya Topeng Asmu diturunkan kepada anaknya Pendul. Topeng Dasim diturunkan kepada anaknya reman, Topeng Ali adalah warisan dari orang tuanya begitu pula Topeng Sapar yang ada di Belendung. Selanjutnya Baskom adalah pewaris utama dari keturunan Topeng Tinggal. Andaikata sekarang rombongan-rombongan kesenian Topeng Banjet banyak, umumnya hanya merupakan pecahan dari rombongan asal seperti rombongan Topeng Ali pecah menjadi tiga rombongan yaitu rombongan topeng Ijem pimpinan Nyi Ijem (adik dari saudara Ali), rombongan Topeng Askin masih keluarga dekat Ali dan rombongan Topeng Ali sendiri. Meskipun pecahan-pecahan ini belum besar tetapi telah berdiri sendiri dengan memakai pemain baru yang diperkuat oleh para pelaku dari rombongan inti .

Dari kenyataan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tokoh-tokoh Topeng Banjet yang ada pada permulaan abad 20 itu sebanyak tujuh rombongan merupakan warisan dan pecahan dari generasi-generasi sebelumnya yang mungkin telah berdiri semasa abad ke-19. Di samping klari, juga telah berdiri grup kesenian Topeng Banjet Dewi Asmara di Kampung Gokgik dan grup kesenian Topeng banjet Dayasari di Desa Warung Bambu Klari, sedangkan grup kesenian Topeng Banjet Pimpinan Ali saban tetap memakai nama Daya Asmara. Meskipun pecahan ini belum seluruhnya mempunyai pemain-pemain inti namun mereka telah bekerja sama saling mencukupi tenaga yang dibutuhkan masing-masing grup. Usaha lain mereka adalah melatih pemain-pemain barn untuk melengkapinya, baik anak wayang maupun Nayaganya.

Sebagaimana diketahui bahwa kesenian Topeng Banjet merupakan perwujudan kreatifitas masyarakat dalam bentuk seni pertunjukan. Tentu saja dalam membicarakan

daerah penyebarannya kita akan melihat masyarakat sebagai konsumennya. Dari uraian di atas disebutkan bahwa Topeng Banjet itu serumpun dengan Ronggeng Betawi yang asalnya berpusat di Betawi (Jakarta) kemudian berkembang menambah jenis kesenian baru yaitu yang pentasan permulaannya adalah Ronggeng disambung dengail lawakan dan lelakon yang memakai topeng yang akhirnya dinamai Topeng yang di luar daerah penyebarannya dinamai Topeng Banjet.

Penyebaran lenong dari pusatnya (Jakarta) terutama ke sebelah Barat adalah daerah Tangerang dan sedikit ke daerah selatan dan timur yaitu ke daerah Bekasi, Karawang, dan Bogor Uatara (Cisalak). Di samping itu kesenian Topeng Banjet juga menyebar ke daerah Subang, Purwakarta, dan daerah Priangan. Di tempat-tempat tersebut kesenian Topeng Banjet menyesuaikan dengan selera masyarakat terutama dalam gaya dan bahasanya yang pada akhirnya merupakan tanda kekhususan (khas) bagi kesenian tersebut yang tumbuh dan berkembang di daerah masing-masing. Sebagaimana contohnya Topeng Banjet Karawang, Ronggengnya bergaya Ronggeng Karawang, bernyanyi kawih Sunda dan keseluruhan lelakon memakai bahasa Sunda. Hal ini berbeda dengan pertumbuhannya di Bekasi dengan kawih Sunda yang keseluruhan pementasannya memakai bahasa Bekasi (dialek bahasa Jakarta). Bila kita amati lebih jauh, seni Topeng Banjet banyak ditonton oleh masyarakat pedesaan, baik dalam acara pernikahan, sunatan, kaulan atau acara lainnya.

Pemain dan Fungsinya
Pada dasarnya jumlah pemain dan fungsi masing-masing dalam pertunjukkan pementasan Topeng Banjet tidak bisa dipastikan. Dalam hal ini pemain adalah mereka yang melaksanakan kegiatan yang meliputi pemain dan nayaga. Para pemain yang dibutuhkan kurang lebih sepuluh orang yaitu :

Satu orang ronggeng inti
Satu orang atau dua orang ronggeng pembantu yang merangkap menjadi pelawak
wanita.
Dua orang laki-laki merangkap menjadi pemain
Lima orang penabuh waditra yang merangkap juga menjadi pemain pembantu.

Semenjak tahun 1949 terutama setelah ditiadakannya tahap Ngajantuk dan Ngedok, para pelaku/pemain bertambah banyak sebab sesudah pementasan lawakan diteruskan dengan berbagai lelakon yang kadang-kadang menggunakan banyak pemain yang keahliannya tertentu, seperti untuk primadona atau pemain utama bagi laki-laki muda yang cakap, pemain jawara yang ahli dalam pencak dan demontrasi berkelahi. Dengan demikian kebutuhan pemain itu adalah sebagai berikut :

Satu orang sinden
Satu orang ronggeng inti
Satu orang ronggeng pembantu merangkap menjadi pelawak
Dua oarang wanita untuk pemain lako
Dua orang pelawak pria yang biasa dipakai bujang dalam lakon
Dua orang pelaku jawara
Tiga orang pelaku lain-lain

Sehingga jumlah keseluruhan adalah adalah delapan belas orang. Topeng Banjet dapat kita contohkan sebagai berikut :

Lima atau enam orang penabuh yang sewaktu-waktu menjadi pemain
Satu orang sinden
Satu orang ronggeng inti (penari topeng)

Satu orang ronggeng pembantu merangkap pelawak/bujang
Dua oarang wanita pemain lakon (sebagai ibu-ibu)
Dua orang pelawak pria merangkap bujang
Empat orang jawara/jagoaan termasuk pimpinannya
h. Tiga orang peranan tua (juragan)

Pada umumnya para nayaga dan para pemain ini dapat juga memainkan bermacam-macam peranan, meskipun tidak sebaik-baiknya. Hal ini diperlukan adalah untuk mengganti apabila pemain inti ada halangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keperluan/banyaknya pemain dalam suatu grup kesenian Topeng Banjet adalah kurang lebih minimal 10 orang dan maksimal 18 orang.

Waditra Topeng Banjet dan Fungsinya
Waditra atau alat musik kesenian Topeng Banjet seperti bentuk keseniannya sendiri mengalami perkembangan secara berkesinambungan sepanjang sejarah, waditra yang dipergunakan sampai tahun 1910 adalah sebagai berikut: tiga buah bonang yang biasa disebut ketik tilu terdiri dari nada barang, galimer dan singgul alit atau petit, satu goong besar yang nadanya lebih tinggi sedikit dari goong gamelan biasa, satu rebab, satu kecrek dan ciblon (gendang besar) yang digunakan seperti pada gamelan sekarang.

Selanjutnya dari tahun 1925 waditra kesenian Topeng Banjet bertambah dengan 1 buah ketipung (gendang kecil). Kemudian pada tahun 1928 bertambah lagi dengan 2 buah ketipung dan 1 kempul (goong kecil). Sejak tahun 1932 waditra kesenian Topeng Banjet relatif tidak mengalami perubahan lagi sampai sekarang, yaitu terdiri dari :

1 (satu) buah rebab sebagai pembawa lagu (melodi)
3 (tiga) buah sebagai pengatur gerak tari (tandak) dan pembawa dinamika lagu

3 (tiga) buah ketuk/kenong sebagai pengharmonisan laras dan irama (pembawa irama lagu).
1 (satu) kempul/goong sebagai pengharmonisan lagu dan sebagai pemuas rasa dalam menutup lagu (pembawa thesis birama).
1 (satu) kecrek sebagai pengatur irama dan pembantu penekanan gerak tari (tanduk) atau selingan biarama lagu.

Menurut seorang tokoh seni Topeng Banjet, sejak tahun 1977 ada penambahan alat-alat barn, yaitu jumlah kendang dari 3 buah menjadi 5 buah (ada penambahan kendang kecil sebanyak 2 buah), jumlah ketuk dari 3 menjadi 10 buah (ada penambahan 7 buah ketuk), dan selain itu Goong Buyung diganti dengan Goong Gede. Pada saat sekarang komposisi waditra/alat musik kesenian Topeng Banjet berkembang lagi yaitu dengan adanya beberapa penambahan alat-alat musik lain seperti : saron, penerus, peking, gambang, kencreng, dan bonang. Bonang disini dapat juga berfungsi sebagai ketuk tilu dan dapat juga berfungsi sebagai kendang.

Busana Kesenian Topeng Banjet
Busana yang dipakai seniman-seniman Topeng Banjet, walaupun sepanjang sejarah perkembangannya mengalama beberapa perubahan, namun secara umum masih bersifat tradisional. Busana yang dipakai oleh nayaga umumnya pakaian bebas (seadanya) malah pada masa silam ada yang cukup memakai kaos oblong saja dan pakaian luar biasanya dibungkus dengan sarung yang dikaitkan di pinggangnya.

Pada masa kini telah dimulai ada perubahan yaitu pada beberapa grup kesenian Topeng Banjet telah memakai pakaian seragam (kostum) khususnya bagi para nayaga. Pakaian pelawaknya juga bebas, ada kalanya pelawak laki-laki pada jaman dahulu yang sama sekalai tidak memakai baju dan bagian bawah cukup bersarung tenun saja. Pemeran Si Jantuk biasanya berikut kepala atau berkopiah dan memakai jubah/mantel dan membawa tiruan golok dari kayu.

Yang berbeda pakaiannya hanya ronggeng (Topeng) yaitu disamping pakaian biasa, berkebaya yang tangannya sampai di tengah pergelangan (tangan pendek) memakai kain panjang sampai ujung kaki, pinggimya tidak dilipat-lipat.

Di luar kebaya ditutup dengan dua helai kain beludru yang berhiaskan sulaman manik-manik dan berjumbal bentuknya segitiga yang panjang garisnya dasarnya kurang lebih 1 meter dan tingginya 10 cm. Kain beludru ini yang satu diselempangkan dari pundak kanan, dan ujungnya ada di pingggir kid, yang sebuah lagi diselempangkan dari pundak kiri dan ujungnya ada di pingggang kanan. Kedua ujungnya selempang ini ditutup ikat pinggang dari beludru yang disulam pula dengan lebar antara 5/10 cm dan pada ikat pinggang di bagian belakangnya disisipkan pula kain beludru yang tersulam dan berjumbal berukuran kurang lebih 15 x 20 cm ini dinamai "Apok" dan selampang beludru itu bernama Toka-toka.

Di bagian kepala dipasang semacam daun tudung yang dibuat dari cabingan kain baju bermacam-macam yang dilipat dan disusun diselipkan seperti sisik ikan kemudian dijahit dan dipersatukan memakai dasar dari karton atau anyaman tikar pandan, sehingga merupakan daun tudung yang berhias warna-warni. Di bawah daun tudung itu digantung-gantungkan manik-manik berwarna-warni yang merupakan umbai-umbai, terutama pada sisi luarnya. Di tengah daun tudung itu dilubangi kira-kira bergaris tengah tiga cm berbentuk bulat gunanya untuk memasukkan rambut si penari, rambut mana setelah ada di luar tudung lalu disanggulkan, dijadikan pengikat daun tudung itu supaya tidak lepas, daun tudung ini dinamai "Sayang".

Pakaian ronggeng kesenian Topeng Banjet ini hampir serupa dengan pakaian ronggeng Betawi jaman sekarang, hanya cara memakainya yang agak berbeda ialah pemakaian kain panjang, kalau ronggeng Betawi hanya sampai lutut dan bagian bawah berkaos kaki. Pada perkembangan selanjutnya, ada juga yang mengganti toka-toka itu dengan pakaian tari putri, yaitu baju beludru yang dihias dengan sulaman berbentuk kebaya tidak berlengan, dengan memakai apok di bgian depan. Adapun topeng yang dipakai Si Jantuk, ialah bentuk muka semar pada wayang golek yang bagian bawahnya dari batas bibir atas ditiadakan (dipotong), dan topeng yang pakai ngedok oleh wanita ialah topeng puteri seperti topeng yang dipakai dalam tarian Cirebon.

Secara ringkas, dapat disimpulkan bahwa busana yang dioergunakan oleh kesenian Topeng Banjet dalam pertunjukan dilihat dari kegunaannya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu busana khusus dan busana bebas. Busana khusus dipergunakan oleh ronggeng Topeng yaitu :

Kembang Topeng/Sayang atau Sabrok yang dipakai di kepalanya.

Kain beludru berhias mata yang saling menyilang di bahu kanan dan kiri yang mereka namakan toka-toka.

Amben dan amprang (apok) sebagai penutup pinggang dan apok dipasang di bagian depan.

Busana bebas adalah busana pada waktu memerankan peranan dalam cerita/lakon adalah busana biasa yang dipakai seharu-hari.

Lagu-lagu Pengiring pada Pertunjukkan Topeng Banjet
Lagu-lagu/karawitan pengiring dalam pertunjukan pementasan Topeng Banjet pada garis besarnya dapat digolongkan kedalam 2 jenis. Jenis pertama adalah lagu­lagu/karawitan pokok yang jenis dan penerapannya adalah mapan (tertentu), sedangkan jenis yang kedua adalah lagu-lagu/karawitan pelengkap yang biasanya diambil dari lagu­lagu jalanan (kliningan) dipergunakan sebagai pra-tontonan atau selingan.

Lagu-lagu pokok yang biasanya dipergunakan adalah :
- Lagu/karawitan : Tatalu Panjang
- Lagu/karawitan : Tatalu Pendek
- Lagu/karawitan : Lipet Gandes
- Lagu/karawitan :
Gonjingan
- Lagu/karawitan :Sekoci, Ngarung, Nyetro
- Lagu/karawitan :Enjot-enjotan, Ngagones
- Lagu/karawitan :Keramat Skarem
-Lagu/karawitan : Cente Manis
- Lagu/karawitan : Persi Mahyat
- Lagu/karawitan : Persi Bener

-Lagu/karawitan :Persi Manis
- Lagu/karawitan :Jali-j ali
- Lagu/karawitan :
Tihang layar
-Lagu/katrawitan :Lewer/rewel
- Lagu/karawitan : Arileu
-Lagu/karawitan :Lembang Sari
- Lagu/karawitan :Kang Haji
- Lagu/karawitan :Jentukan

Lagu-lagu pelengkap biasanya diambil dari lagu-lagu orkes melayu, dan lagu-lagu lainnya seperti wani-wani, serompongan, belendaran, bongbang, dan sebagainya. Lagu­lagu dipakai sampai kira-kira tahun 1910 sebagian besar memakai lagu-lagu Jakartaan seperti : lagu Gonjingan, Lipetgandes, Sekoci, Enjot-enjotan, Karamat Karem, Cente Manis, Persi Mahyat, Persi Bener, Persi Manis, Jali-jali, Tihang Layar, dan sebagainya, ditambah dengan lagu-lagu Sunda seperti : Wani-wani, Serompongan, Balendaran, Bongbang, Kang Haji, dan sebagainya.

Pada tahun 1918 lebih banyak lagi lagu-lagu Sunda yang dipakai daripada lagu­lagu pokok Jakartaan, bahkan dari mulai tahun '949 lagu-lagu pokok itu itu hanya tinggal beberapa buah saja yang dipakai seperti : Arang-arang, Tatalu Panjang, dan Tatalu pendek ditambah lagu lipat gendes. Lagu-lagu yang dibawakan dan dipakai kebanyakan lagu-lagu ketuk tilu seperti : Sulanjana, Gaplek, Kangsreng, Buah Kawung, Geboy, Kembang Beureum, dan sebagainya. Bahkan akhir-akhir ini ditambah dengan lagu-lagu rancangan.

Pada masa kini ada juga yang mengganti lagu Lipatgandes dengan lagu Sulanjana. Dengan demikian semakin hilanglah lagu-lagu pokok (Jakartaan) khas topeng diganti dengan lagu-lagu sindenan pada kliningan, lagu-lagu Sunda kreasi barn, bahkan lagu-lagu orkes Melayu yang sedang digemari di kalangan masyarakat.

Urutan Pertunjukan Topeng Banjet
Pada prinsipnya urutan-urutan jalannya pementasan Kesenian Topeng Banjet dari masa silam sampai sekarang tidak berubah-ubah (bersifat tradisional), hanya cara dan gaya penampilannya saja yang berbeda. Adapun urutan-urutannya sebagai berikut:

Tabuh permulaan; tatalu merupakan musik/karawitan pembukaan yang dibawakan secara instrumentals. Tatalu ini ada yang disebut dengan tatalu Panjang dan ada yang disebut tatalu pendek yang diawali dengan arang-arang.

Lagu permulaan; dahulu lagu gunjingan, sedangkan saat ini diganti dengan lagu­lagu lain.

Topeng (ronggeng); keluar, menyanyi, dan menari, topeng menari dengan gerak tari khas topeng.

Pelawak keluar, menyanyi, dan menari
Lawakan/bodoran
Tarian bersama ronggeng dengan penari pria

Pentasan lakon, cerita utama, cerita ini memakan waktu dari pukul 24.00 hingga
03.30 dini hari. Selain cerita-cerita pendek tentang kejawaraan, juga lebih utama

adalah adegan Si Jantuk yang diakhiri dengan tarian-tarian dan lawakan-lawakan.
(Adegan Si Jantuk sekarang hampir dapat dikatakan tidak ada, karena pemainnya

harus benar-benar profesional dan mengusai secara benar sejarah heroic)

Lakon dalam topeng Banjet biasanya meriwayatkan atau menceritakan ketimpangan sosial, kehidupan yang tidak seimbang antara si kaya dan si miskin, anatara yang jahat dan bajik, dan sebagainya. Beberapa contoh lakon Topeng banjet adalah :

Dosa
Pendekar mencari pengantin
Sanggabuana adu jago
Neraka dunia
Perkawinan iblis
Harta warisan buaya
Warung Doyong
Kurang wiwaha
Sebagai acara penutup biasanya diakhiri dengan lagu Kebo Ijo.

Sumber : Masduki Aam dkk. 2005 Kesenian Tradisional Provinsi Banten Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

Photo : http://1.bp.blogspot.com